Kamis, 12 Juli 2012

Memori masa kecil


Teringat sebuah acara dialog interaktif di sebuah TV yang narasumbernya seorang profesor dalam bidang psikologi, sayang saya lupa namanya. Beliau menyebutkan kehidupan kita sekarang banyak dipengaruhi memori masa kecil kita, pernyataan ini diperkuat lagi saat saya mendengarkan salah satu audiobook dari TDW dgn topik 'Bagaimana mendapatkan apa yg benar-benar kita inginkan'. Kemudian saya hubungkan dengan kehidupan saya sekarang yang memiliki banyak mental blok yg menghambat pertumbuhan kehidupan. Salah satunya adalah mencari kesalahan orang lain (kambing hitam) atas lemahnya kehidupan saya sekarang, menyalahkan pemerintah yg korupsi, presiden yg tidak tegas, perusahaan yg tidak adil, orang tua yang tidak kaya, sehingga saya tidak melihat kesalahan diri yang menyebabkan saya memerlukan perbaikan diri. 
good boy.. :)

Hmm.. Ternyata salah satu penyebab mental blok ini disebabkan memori masa kecil saya yang saat jatuh nabrak meja, orang tua memukul meja supaya saya diam tidak menangis lagi. Mungkin maksud orang tua baik, supaya saya tidak menangis lagi, tanpa mereka sadari hal itu membuat saya lemah sekarang. Teringat juga waktu sy Sekolah Dasar (SD), saat disuruh ke depan mengerjakan tugas di papan tulis sy ditertawakan temen2 dan di bentak dan dimarahi guru karena tidak bisa mengerjakannya. Memori masa kecil ini tersimpan di otak bawah sadar sebagai sebuah penderitaan, dan karena otak bekerja untuk melindungi saya dari penderitaan lagi, maka setiap saya mau tampil di depan umum pikiran bawah sadar saya melarangnya supaya sy tidak menderita lagi, karena di memori bawah sadar sudah tersimpan data 'maju kedepan kelas adalah penderitaan' sehingga otak merespon dengan memberi rasa takut, bahkan bila saya paksakan lutut jadi gemetar.. :) Sebuah perasaan takut yg tidak pada tempatnya. Hemm.. Perlindungan lebay dari pikiran bawah sadar saya sendiri hehee
Ternyata banyak pola-pola perasaan yg dibentuk dari sejak kecil yang tanpa saya sadari membentuk pola-pola perasaan saya sekarang. Emosi tidak pada tempatnya dan sangat mengganggu hidup saya.
Dalam audiobook TDW ini juga diceritakan misalnya kita pergi ke mall dan melihat seorang anak yg minta dibelikan mainan dengan nangis-nangis sampai gulung-gulung di lantai. Itu awalnya bagaimana ya? Ternyata orang tua salah memberi respon sehingga terjadi suatu hal yg negatif. Contohnya pada waktu anak minta dibelikan mainan anak ini menangis dan merengek kemudian karena ibunya kasihan akhirnya dibeliin supaya diam. Pada waktu sudah dibeliin anak menghubungkan suatu perasaan: 
'Oohh jadi kalo saya kepingin..saya harus nangis!..kalo saya nangis saya bisa mendapatkan yg saya inginkan'
kemudian lama-lama Ibunya merasa bahwa hal ini adalah negatif, sehingga pd waktu anaknya nangis lagi Ibunya bilang:

'Ya sudah.. Kamu nangispun ga akan Ibu belikan..nangis aja.. Ibu tinggal!' 
Maksudnya supaya menyembuhkan kebiasaan nangis anaknya dan supaya anaknya tidak negatif lagi, tetapi anaknya malahan gulung-gulung dilantai, menangis lebih keras. Ibunya pun malu, dan akhirnya dibelikan juga. Kemudian apa yg terjadi? Anaknya mulai mendapatkan satu rangkaian perasaan:
'Oww jadi apabila saya kepingin sesuatu nangis tidak cukup, harus gulung-gulung dilantai, kalo saya gulung-gulung dilantai saya mendapatkan yg saya inginkan, jadi besok kalo saya nangis tidak cukup harus ditambah gulung-gulung'
 Inilah polanya, kemudian berikutnya ketika orang tuanya lama-lama juga capek.. gulung-gulung juga biarin
'Terserah mau nangis boleh.., Ibu tinggal!'
Tetapi setelah mau ditimggal anaknya gulung-gulung ternyata tidak mendapat perhatian, anaknya mulai mencari perhatian dengan cara membenturkan kepala ke lantai. Sehingga orang tuanya kawatir, diteror anak dengan membenturkan kepala, sambil menangis anak teriak:
'wuaa..wuaa... Ibu jahatt!! aku mati aja.. biarin aku mati aja!'
Anak berhasil membuat malu orang tuanya dan berhasil menteror orang tuanya sehingga orang tuanya memutuskan untuk membelikan mainan. Apa yang terjadi? Anaknya mulai belajar lagi:
"Ahaaa...kalo saya nangis tidak cukup, gulung-gulung aja. kalo gulung-gulung kurang berhasil, tambahin benturkan kepala ke lantai'
Misalkan anak ini telah tumbuh menjadi remaja dan kemudian pacaran, namun pacarnya tidak mau pacaran lagi dengan dia. Bukannya dia meningkatkan diri menjadi lebih baik, tapi mungkin dia malah mengancam bunuh diri.
'hikss..hikss.. kalo kamu ga mau bersamaku.. aku akan bunuh diri!!'
mungkin awalnya cuma mau mengancam, tapi celakanya dia tidak pingin mati tapi karena tidak dihiraukan malah mati beneran. 

Dari penjelasan dalam audiobook ini muncul pertanyaan dalam hati saya, saat banyak orang menuduh tindakan terorisme oleh agama tertentu, mungkinkah memori masa kecil anak apapun agamanya berperan dalam menciptakan teroris? mungkinkah tanpa disadari ada peran orang tua yang membentuk anaknya jadi teroris?? 
Bersambung... :)

Teroris juga manusia, anak dari seorang Ibu.. :)