Kamis, 24 November 2011

Bangga menjadi orang Bali

Hari ini adalah hari yang melelahkan bagi tubuh saya yang sudah melewati masa mudanya, hehee..meskipun ga kelihatan tua sih. Dari jam 4 pagi dibangunkan alarm agar saya siap-siap ngayah (kegiatan adat di Bali), 7 ekor babi, 1 ekor anjing dan puluhan ekor ayam dan bebek telah siap dipotong. hmm.. adat di kampung ini memang masih kental, sedikit berbeda dengan perkotaan yang lebih modern.

Namun ada beberapa hal yang mengganggu pikiran saya. Dalam ramainya kegiatan ngayah hari ini,  saya mendengar ada sedikit keluhan saudara-saudara yang merasa keberatan dengan kegiatan adat semacam ini. Di satu sisi orang Bali ingin mempertahankan budaya yang telah membuat Bali terkenal ini, namun di sisi lain, terutama saudara-saudara yg kekurangan dalam materi terlihat terpaksa melakoninya karena anak mereka belum beli buku, belum bayar sekolah namun mereka tidak bisa bekerja karena terikat oleh adat ngayah ini.

Di sisi lain, mereka disuguhkan pemandangan dimana para pendatang yang berhasil jadi pengusaha di Bali, mondar-mandir di jalanan dengan mobil mewahnya. Sedangka mereka sibuk mempertahankan adat, bahkan sulit bekerja untuk menghidupi keluarga.

Yang lebih menyedihkan bagi saya, ada saudara yang sampai rela berhutang karena rasa malu apabila tidak melakukan adat ini. Bisa dibayangkan, untuk upacara ngaben (kematian) bisa menghabiskan dana puluhan juta, sementara rata-rata penghasilan mereka tidak lebih dari 2juta sebulan. Itupun dalam pekerjaan mereka kadang harus sering bolos meninggalkan pekerjaan.

Tidak heran bila ada saudara saya yang bahkan rela menjual tanah warisan leluhur mereka dengan alasan biaya upacara. Oh my God.... Sungguh membuat hati ini miris melihatnya.
Teringat juga dulu waktu saya masih berprofesi sebagai karyawanpun harus rela mengambil cuti untuk kegiatan-kegiatan seperti ini, padahal cuti tersebut mungkin bisa saya ambil untuk berlibur dengan keluarga tercinta.

Sebagai bagian dari masyarakat Bali yang saya cintai ini, sama sekali tidak ada maksud untuk menjelekkan budaya yang indah ini. Saya juga tidak begitu menguasai perbedaan antara Agama dan Adat, saya sering mendengar kegiatan semacam ini adalah kegiatan Agama. Padahal menurut pengertian sederhana saya Agama dan Adat itu tidak sama, Agama=wahyu Tuhan sedangkan Adat/Budaya=buatan manusia. Bagaimana mungkin kegiatan Agama justru malah membuat saudara saya berhutang? Adakah yang salah?


Saya sadar mungkin apa yang saya tulis sekarang akan ada pihak-pihak yang tidak setuju dengan yang saya sampaikan ini. Karena ini menyangkut masalah sosial yang sensitif.  Teringat sebuah artikel di Bali Post, disampaikan oleh Gubernur Bali Bapak Mangku Pastika, bahwa mayoritas masyarakat Bali tidak pede, apalagi jika harus tampil kedepan bersuara. hahaa..saya sangat setuju dengan pernyataan beliau ini, karena saya sendiri salah satunya. Itu sebabnya hal yang mengganggu pikiran saya ini saya coba keluarkan melalui tulisan di blog ini. Namun sama sekali tidak ada niat saya untuk berdebat, harapan saya kedepannya masyarakat Bali bisa semakin cerdas, santun, jujur dan semakin sejahtera.

Saya bangga menjadi masyarakat Bali, Sebagai orang Bali yang memiliki nama I Made Oka Widnya.
Saya juga merasa bersyukur Tuhan memberikan Bali sebuah keunikan budaya, alam yang indah, pantai, makanan,  tarian, keramah tamahan orangnya, dan keseniannya yang tiada taranya.

Hal ini memang enak, tetapi dalam jangka panjang saya kawatir bisa mengurangi daya saing masyarakat Bali secara nasional atau internasional. Semoga masyarakat Bali terus belajar, menjadi lebih pandai, menjadi pekerja yang ulet, atau menjadi pengusaha yang baik.
model pakaian adat ringan Bali.
pakaian adat berat bersama istri tercinta.

Tidak ada komentar: