Saat diberitahu oleh Ibu untuk datang ke acara pernikahan saudara di Mataram tgl 7 Desember 2011, ada sebuah keraguan di hati, karena saya tidak terbiasa meninggalkan istri dirumah sendiri. Saya tidak boleh melatih istri terbiasa tanpa saya, dengan cara sering meninggalkannya. Ingin rasanya mengajak istri ikut, namun karena ikatan pekerjaannya membuat dia tidak bisa.
Beruntung saya dianugrahi Tuhan seorang istri yang sangat pengertian, dia mengijinkan saya untuk pergi bersama Ibu selama 4 hari ke Pulau Lombok, meskipun saya bisa melihat dimatanya kalo dia tidak mau berpisah dengan saya walaupun sehari (hehe..GR dikit..), namun dia juga ingin membahagiakan mertuanya, apalagi setelah dia melihat semangat Ibu mertuanya yang menggebu-gebu dan terlihat sangat antusias.
Pada tgl 5 Desember 2011 pukul 6.30 pagi saya dan Ibu ditemani Bumblebee yang selalu setia, kami berangkat menuju Pelabuhan Padangbai yang berjarak 45km dari rumah kami di Penarungan yg kami tempuh dalam waktu 1 jam dan jam 8 pagi kami sudah berada di atas kapal ferry untuk penyeberangan Padangbai-Lembar yang akan memakan waktu 4-5 jam di laut. Benar saja, pukul 12.30 kami sudah berlabuh di pulau Lombok, sebuah pulau yang sudah sering saya kunjungi. Sebuah pulau yang jalanannya dihiasi kotoran cidomo (kereta kuda dengan roda mobil) haha... hanya butuh waktu 30menit dari pelabuhan menuju rumah sodara kami di Jl. Gajahmada, Gg Citra warga, Pagesangan, Mataram, NTB. dan kamipun samapai ditujuan dengan selamat. Thanks God.
|
Tawa ceria Ibu setelah naik cidomo |
Hari pertama disana saya sudah kangen dengan istri saya tercinta, namun sedikit terobati karena melihat Ibu yg bergembira bisa jalan2 di Lombok naik cidomo, sayapun ikut bahagia melihat kebahagiaan beliau. Namun hari berikutnya saya dan Ibu mulai merasakan kebosanan, apalagi Ibu yang mengira akan banyak persiapan pernikahan yg bisa dia bantu seperti persiapan menikah orang Bali pada umumnya, namun kenyataannya sangat berbeda dengan budaya di Bali yang biasanya udah ada persiapan bahkan 1 bulan sebelum hari H. Sebuah budaya yg sangat berbeda, disana semua perlengkapan bisa di beli, jadi yang punya acara tinggal nunggu hari H semua sudah ada yang menyiapkan. hmm..sangat praktis bukan? mungkin ini salah satu alasan ada sebagian sodara saya di Bali takut menikah dengan alasan adat yang ribet, dan harus mempersiapkan dana puluhan juta dulu hanya untuk upacara saja, belum lagi dana untuk kelahiran dan upacara si anak nanti.
|
Perlengkapan serba beli, biar santai. |
|
Bila upacara di Bali, bisakah ongkang2 kaki gini? hehe |
|
hanya mengawasi orang kerja |
Setelah menunggu 2 hari akhirnya hari H pun tiba, tenda sudah terpasang, dekorasi pun telah memenuhi rumah, sesajen telah siap, juga petugas katring telah siap dengan berbagai macam menu makanannya. Acara pertama di hari H ini adalah penjemputan mempelai wanita di rumahnya, acara yang telah ditunggu-tunggu oleh saya dan Ibu, karena kami juga ingi mengetahui rumah mempelai wanita. Namun karena tidak ada orang lagi dirumah, akhirnya saya mengalah dan memutuskan tinggal dirumah sendiri, tidak ikut kerumah mempelai. Namun karena sedikit kesalahan teknis, Ibu saya yang sudah siap ikut dari pagi malah ditinggal rombongan.. hiks.. wajah kecewa bisa saya lihat di wajah Ibu, bisa saya bayangkan sudah jauh-jauh datang dari Bali malah ditinggal rombongan, ingin rasanya saya antar Ibu tapi gimana mungkin, saya juga tidak tahu tempatnya. jadi tidak ada pilihan lain akhirnya saya dan Ibu hanya bisa menunggu rombongan datang.
|
usaha menghibur Ibu yang kecewa ditinggal rombongan. |
Acara pernikahan pun berjalan dengan lancar, setelah pedanda (pendeta) memimpin upacara, acara resepsipun akhirnya selesai pada pukul 19.00 dan rumahpun kembali sepi. hanya tersisa peralatan yang sudah diongkar lagi oleh tukang dekorasinya. hmm...ini pengalaman tersendiri buat saya, ternyata selama ini saya hanya melihat uapacara pernikahan dari sudut pandang orang Bali saja, padahal saudara saya di Mataram ini juga orang Bali, namun mereka bisa membuat upacara yang simpel, tidak merepotkan warga lain. Membuat semakin jelas saya melihat perbedaan antara adat dan agama, karena di bali 2 hal ini sangat susah di bedakan, dan sudut pandang ini hanya bisa saya dapatkan apabila saya keluar dari Bali karena apabila saya di Bali terus, pengertian saya akan seperti katak dalam tempurung. Mungkin ini yang dimaksud "tuntutlah ilmu sampai ke negeri cina" yang akan membuat kita mendapat pengertian-pengertian baru. Karena ilmu membuat hidup kita menjadi mudah, agama membuat hidup menjadi terarah, dan cinta membuat hidup menjadi indah.
|
setelah lama ditunggu, pengantenpun tiba.. |
|
adat bali yang mulai modern |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar